Buku cetakan Penerbit Zaman, Jakarta itu dengan cover (sampul depan) bergambar anak-anak desa yang duduk lesehan di tumpukan padi di sawah sambil mengibarkan bendera merah putih....
Surabaya - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh meluncurkan buku karyanya setebal 300 halaman berjudul "Menyemai Kreator Peradaban", di Perpustakaan Yayasan Pendidikan Al-Islah, Gunung Anyar, Surabaya, Minggu.
"Ada lima bab penting dalam buku itu, yang antara lain mengupas tentang Generasi 2045 (100 tahun Indonesia merdeka), dan pentingnya pendidikan untuk penyiapan Generasi 2045 yang menjadi ide lahirnya Kurikulum 2013," kata Nuh dalam sambutan pada peluncuran buku tersebut.
Peluncuran buku itu dihadiri Wagub Jatim H Saifullah Yusuf, Dirjen Pendidikan Menengah Kemendibud Achmad Jazidie, Ditjen Pendis Kemenag Nur Syam, Rektor Unair Prof Fasich, Rektor ITS Prof Tri Yogi Yuwono, Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Abd A`la, dan Dubes RI untuk PBB di Jenewa Dr (HC) Triyono Wibowo.
Dalam acara yang juga dihadiri ibunda Hj Munziyati (80), istri, anak, dan guru serta siswa Yayasan Pendidikan Al-Islah yang dirintis ayahanda HM Nabhani (almarhum), Mendikbud menjelaskan kelima bab dari buku itu, termasuk cover dari buku itu.
"Buku cetakan Penerbit Zaman, Jakarta itu dengan cover (sampul depan) bergambar anak-anak desa yang duduk lesehan di tumpukan padi di sawah sambil mengibarkan bendera merah putih. Itulah gambaran dari inti buku itu," kata Nuh.
Bab pertama mengupas generasi 2045.
"Kita dianugerahi Allah SWT generasi muda usia produktif dalam jumlah sangat besar pada tahun 2005 hingga 2035, karena itu kita perlu memanfaatkan hal itu untuk menyongsong Indonesia Satu Abad atau Indonesia 2045," katanya.
Menurut dia, upaya pemanfaatan anugerah itu mempersyaratkan kualitas sumber daya manusia, karena itu bab kedua dari buku itu mengulas tentang pendidikan ramah sosial.
"Pendidikan ramah sosial itu pendidikan yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, tapi kami tidak hanya teori, karena itu buku ini juga menjelaskan lahirnya aturan pendukung pendidikan ramah sosial yakni PP hingga UU 12/2012 tentang pendidikan tinggi," katanya.
Dalam UU Pendidikan Tinggi itu, perguruan tinggi wajib menyiapkan 20 persen kapasitas untuk siswa tidak mampu, sehingga perguruan tinggi yang tidak melaksanakan akan berarti melanggar UU.
"Tidak hanya itu, kami juga menyiapkan BOPTN (bantuan operasional PTN) atau kalau di pendidikan dasar dan menengah adalah BOS (bantuan operasional sekolah). Sekarang pun, kami sedang menyiapkan program PMU (pendidikan menengah universal)," katanya.
Bab ketiga mengupas tentang kurikulum untuk mendukung pendidikan ramah sosial yang berkualitas. "Kurikulum berkualitas itu menghasilkan tiga kompetensi yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap," katanya.
Bab keempat mengulas tentang Generasi 2045 yang diharapkan menjadi generasi pengibar bendera Rahmatan Lil Alamin.
"Saya kira, generasi yang menjadi rahmat bagi alam itu adalah anak-anak Indonesia, karena Indonesia itu mayoritas Muslim," katanya.
Bab kelima, katanya, bersifat personel.
"Intinya tentang masa kecil saya, tapi maksudnya bukan untuk riya` (pamrih), melainkan menunjukkan bahwa masa pembentukan itu sangat menentukan, buktinya saya yang serba terbatas bisa berpendidikan tinggi dan dipercaya bangsa dan negara ini," katanya.
Menanggapi hal itu, Rektor Unair Prof Fasich mengaku dirinya sangat mendukung kebijakan Mohammad Nuh sebagai Mendikbud untuk membuka kesempatan bagi mereka yang tidak berpunya menjadi memiliki masa depan lewat pendidikan.
"Saya mendukung, karena saya dulu juga berasal dari keluarga yang tidak berpunya, kalau sekolah saya selalu dititipi `marning` untuk dijual di kantin sekolah atau warung, lalu pulangnya bawa uang," katanya.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Menengah Kemendibud Achmad Jazidie sebagai "orang dekat" itu menegaskan bahwa Mendikbud Mohammad Nuh merupakan orang yang selalu menggunakan pendekatan "scientifiec reasoning" untuk setiap kebijakan.
"Sejak jadi aktivis, rektor, hingga jadi pejabat, saya kenal Pak Nuh selalu menggunakan pendekatan `scientifiec reasoning` untuk setiap langkah, misalnya kebijakan Kurikulum 2013 itu selalu menggunakan argumentasi yang rasional. Itu khas beliau," katanya. (ANTARA News)
Surabaya - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh meluncurkan buku karyanya setebal 300 halaman berjudul "Menyemai Kreator Peradaban", di Perpustakaan Yayasan Pendidikan Al-Islah, Gunung Anyar, Surabaya, Minggu.
"Ada lima bab penting dalam buku itu, yang antara lain mengupas tentang Generasi 2045 (100 tahun Indonesia merdeka), dan pentingnya pendidikan untuk penyiapan Generasi 2045 yang menjadi ide lahirnya Kurikulum 2013," kata Nuh dalam sambutan pada peluncuran buku tersebut.
Peluncuran buku itu dihadiri Wagub Jatim H Saifullah Yusuf, Dirjen Pendidikan Menengah Kemendibud Achmad Jazidie, Ditjen Pendis Kemenag Nur Syam, Rektor Unair Prof Fasich, Rektor ITS Prof Tri Yogi Yuwono, Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Abd A`la, dan Dubes RI untuk PBB di Jenewa Dr (HC) Triyono Wibowo.
Dalam acara yang juga dihadiri ibunda Hj Munziyati (80), istri, anak, dan guru serta siswa Yayasan Pendidikan Al-Islah yang dirintis ayahanda HM Nabhani (almarhum), Mendikbud menjelaskan kelima bab dari buku itu, termasuk cover dari buku itu.
"Buku cetakan Penerbit Zaman, Jakarta itu dengan cover (sampul depan) bergambar anak-anak desa yang duduk lesehan di tumpukan padi di sawah sambil mengibarkan bendera merah putih. Itulah gambaran dari inti buku itu," kata Nuh.
Bab pertama mengupas generasi 2045.
"Kita dianugerahi Allah SWT generasi muda usia produktif dalam jumlah sangat besar pada tahun 2005 hingga 2035, karena itu kita perlu memanfaatkan hal itu untuk menyongsong Indonesia Satu Abad atau Indonesia 2045," katanya.
Menurut dia, upaya pemanfaatan anugerah itu mempersyaratkan kualitas sumber daya manusia, karena itu bab kedua dari buku itu mengulas tentang pendidikan ramah sosial.
"Pendidikan ramah sosial itu pendidikan yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, tapi kami tidak hanya teori, karena itu buku ini juga menjelaskan lahirnya aturan pendukung pendidikan ramah sosial yakni PP hingga UU 12/2012 tentang pendidikan tinggi," katanya.
Dalam UU Pendidikan Tinggi itu, perguruan tinggi wajib menyiapkan 20 persen kapasitas untuk siswa tidak mampu, sehingga perguruan tinggi yang tidak melaksanakan akan berarti melanggar UU.
"Tidak hanya itu, kami juga menyiapkan BOPTN (bantuan operasional PTN) atau kalau di pendidikan dasar dan menengah adalah BOS (bantuan operasional sekolah). Sekarang pun, kami sedang menyiapkan program PMU (pendidikan menengah universal)," katanya.
Bab ketiga mengupas tentang kurikulum untuk mendukung pendidikan ramah sosial yang berkualitas. "Kurikulum berkualitas itu menghasilkan tiga kompetensi yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap," katanya.
Bab keempat mengulas tentang Generasi 2045 yang diharapkan menjadi generasi pengibar bendera Rahmatan Lil Alamin.
"Saya kira, generasi yang menjadi rahmat bagi alam itu adalah anak-anak Indonesia, karena Indonesia itu mayoritas Muslim," katanya.
Bab kelima, katanya, bersifat personel.
"Intinya tentang masa kecil saya, tapi maksudnya bukan untuk riya` (pamrih), melainkan menunjukkan bahwa masa pembentukan itu sangat menentukan, buktinya saya yang serba terbatas bisa berpendidikan tinggi dan dipercaya bangsa dan negara ini," katanya.
Menanggapi hal itu, Rektor Unair Prof Fasich mengaku dirinya sangat mendukung kebijakan Mohammad Nuh sebagai Mendikbud untuk membuka kesempatan bagi mereka yang tidak berpunya menjadi memiliki masa depan lewat pendidikan.
"Saya mendukung, karena saya dulu juga berasal dari keluarga yang tidak berpunya, kalau sekolah saya selalu dititipi `marning` untuk dijual di kantin sekolah atau warung, lalu pulangnya bawa uang," katanya.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Menengah Kemendibud Achmad Jazidie sebagai "orang dekat" itu menegaskan bahwa Mendikbud Mohammad Nuh merupakan orang yang selalu menggunakan pendekatan "scientifiec reasoning" untuk setiap kebijakan.
"Sejak jadi aktivis, rektor, hingga jadi pejabat, saya kenal Pak Nuh selalu menggunakan pendekatan `scientifiec reasoning` untuk setiap langkah, misalnya kebijakan Kurikulum 2013 itu selalu menggunakan argumentasi yang rasional. Itu khas beliau," katanya. (ANTARA News)